Oleh Rusidi, S.IP, M.M.
Salah satu masalah yang dihadapi pada saat melakukan penilaian terhadap arsip yang akan diserahkan sebagai arsip statis adalah tingkat perkembangan atau tingkat keaslian arsip yaitu arsipnya berupa fotokopi bukan arsip asli. Hal ini menjadi masalah karena arsip tersebut seharusnya asli sebab arsip substantif yaitu arsip yang tercipta karena pelaksanaan fungsi/kegiatan organisasi dan arsip tersebut juga berasal dari unit kerja/unit pengolah yang memilliki fungsi atau pelaksana kegiatan. Sehingga dapat dipastikan unit kerja tersebut memiliki arsip yang asli karena sebagai pelaksana kegiatan yang secara otomatis sebagai pencipta/pembuat arsip.
Masalah semakin bertambah ketika informasi yang terkandung dalam arsip tersebut bernilai guna informasional atau kebuktian karena arsip tersebut harus dipermanenkan sebagai arsip statis yang wajib diselamatkan dan dilestarikan selama-lamanya sebagai bukti sejarah, bahan pertanggungjawaban nasional, maupun memori kolektif bangsa. Sedangkan arsip hasil penggandaan atau arsip yang berupa fotokopi patut dipertanyaan kebenaran informasinya mengingat berbagai kemungkinan dan kemudahan merubah atau memalsukan informasi yang terkandung dalam arsip tersebut sehingga tidak sesuai dengan arsip aslinya.
Pengalaman penulis selama puluhan tahun menjadi Tim Penilai Arsip di Lembaga Kearsipan Daerah sampai sekarang kasus seperti ini masih sering terjadi. Arsip permanen dari organisasi perangkat daerah bahkan dari lembaga negara atau instansi vertikal yang akan diserahkan ke Lembaga Kearsipan Daerah berupa arsip fotokopi yaitu arsip/naskah yang ditanda tangani dan di stemple/cap tetapi hasil penggadaan (fotokopi), atau bahkan tanpa stempel/cap. Ketika penulis sebagai tim penilai menanyakan kepada pencipta arsip yang akan menyerahkan, jawabanya adalah “karena yang dipindahkan dari unit pengolah hanya arsip fotokopi. Unit pengolah tidak memindahkan arsip inaktif yang asli ke unit kearsipa, dan ketika ditanyakan jawabanya tidak ada”.
Menurut penulis ada beberapa alasan mengapa unit pengolah memindahkan arsip inaktifnya hanya yang berupa fotokopi bukan arsip yang asli ke unit kearsipan yaitu;
- Ketakutan
Unit pengolah ketakutan memindahkan / menyerahkan arsip yang asli ke unit kearsipan arsip karena khawatir akan hilang atau sulit ditemukan pada saat diperlukan. Unit pengolah belum percaya dengan unit kearsipan.
- Tidak mau repot
Unit pengolah tidak mau repot / sulit ketika sewaktu – waktu memerlukan arsip. Apabila arsip diserahkan ke Unit Kearsipan, jika sewaktu-waktu dibutuhkan, unit pengolah harus pinjam ke unit kearsipan bahkan harus melalui prosedur peminjaman yang menurut unit pengolah menambah pekerjaan.
- Ingin rasa aman
Ketika ada pemeriksaan dari lembaga pemeriksa, yang diperiksa bukan unit kearsipan melainkan unit pengolah yang bersangkutan sebagai pelaksana kegiatan. Sehingga dengan menyimpan arsip yang asli, unit pengolah merasa lebih aman.
Apapun yang menjadi alasan unit pengolah tidak mau menyerahkan arsip yang asli ke unit kearsipan adalah sebuah pelanggaran konstitusi kearsipan. Unit pengolah merupakan unit kerja dalam organisasi yang dibentuk untuk melaksanakan sebagian dari fungsi organisasi. Fungsi organisasi diimplementasikan dalam bentuk kegiatan-kegiatan. Dalam pelaksanaan kegiatan unit pengolah melakukan traksaksi, sesuai dengan ketentuan administrasi. Bukti-bukti transaksi, hasil samping dari kegiatan administrasi itulah yang disebut arsip. Dengan demikian arsip yang yang diciptakan dan dimiliki unit pengolah pada hakekatnya arsip organisasi yang pengelolaannya sesuai dengan peraturan perundangan kearsipan yang berlaku.
Oleh karena itu salah satu upaya yang dapat diakukan oleh unit kearsipan organisasi untuk menyelamatkan arsip yang asli yang diciptakan oleh unit pengolah sebagai bukti pelaksanakan fungsi dan kegiatan organisasi yaitu dengan melakukan permintaan bukti pelaksanaan kegiatan berdasarkan regulasi salah satunya regulasi yang mengatur tentang anggaran yaitu Dokumen Pelaksanaan Anggaran yang sering disebut / disingkat dengan DPA (di pemerintah daerah). Pada pemerintah daerah (dilembaga lain menyesuaikan), peraturan yang mengatur tentang pelaksanaan anggaran tercantum nama-nama unit pengolah/unit kerja dalam organisasi dan nama – nama kegiatan serta jumlah anggaran yang diperlukan. Artinya ketika unit pengolah melaksanakan kegiatan dengan anggaran tertentukan dapat dipastikan unit pengolah menciptakan dan memiliki arsip sebagai bukti dilaksanakannya kegiatan yang bersangkutan.
Permintaan bukti pelaksanaan kegiatan berdasarkan regulasi salah satunya Dokumen Pelaksanaan Anggaran, dilakukan oleh unit kearsipan sebagai unit kerja yang bertanggungjawab terhadap penyelenggaraan kearsipan organisasi termasuk keselamatan bukti-bukti pelaksanaan fungsi organisasi. Adapun teknis pelaksanaannya, unit kearsipan mengirim surat ke unit pengolah dengan mendasarkan pada peraturan tentang DPA. Bahwa berdasarkan DPA unit pengolah yang bersangkutan melaksanakan sejumlah kegiatan, maka diminta untuk memindahkan/menyerahkan bukti-bukti asli pelaksanaan kegiatan. Dengan menunjuk peraturan tersebut maka unit pengolah tidak akan bisa mengelak atau mengatakan tidak miliki arsip yang asli. Penyelamatan arsip asli berbasis regulasi yang berupa Peraturan tentang Pelaksanaan Anggaran ini merupakan salah satu dari banyak cara yang bisa dilakukan organisasi dalam menyelamatkan bukti-bukti atau arsip asli. Upaya maksimal harus dilakukan karena keaslian arsip berpengaruh besar dalam pembuktian maupun pemanfaatan arsip yang bersangkutan.
Leave a Reply