Oleh Rusidi, S.IP, M.M.
Artikel ini ditulis karena ada cerita yang mengelitik dan menarik untuk dibagikan bahkan diabadikan. Tanpa sengaja materi pengajian ahad pagi pada tanggal 13 Oktober 2024 yang biasa penulis ikuti di sebuah pondok pesantren menyinggung tentang dosa. Materi tersebut mengingatkan peristiwa yang terjadi beberapa bulan maupun hari sebelumnya yaitu di suatu lembaga memiliki kegiatan besar sehingga didukung anggaran yang cukup besar pula dan cenderung berlebih. Dalam pelaksanaan kegiatan tersebut terdapat anggaran untuk rapat /sidang. Rapat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai pertemuan (kumpulan) untuk membicarakan sesuatu. Artinya kegiatan rapat itu memang diperlukan untuk mendiskusikan permasalahan, mencari solusi, mencapai kesepakatan, mengetahui progres kegiatan dan lain sebagainya. Maka dalam rapat secara administrasi pasti ada undangan, daftar hadir dan notulensi rapat.
Akan tetapi yang tejadi dalam lembaga tersebut adalah rapat/sidang tidak dilaksanakan tetapi ada penandatanganan daftar hadir rapat dan yang bertanda tangan diberi konsumsi snack/nasi sebagai konsekuensi dari “kehadiran” sekaligus sebagai bukti pertanggungjawaban penggunaan anggaran. Dan yang lebih menarik lagi adalah pada suatu hari pegawai diminta untuk mendatangani daftar hadir sidang sebanyak 4 kali akan tetapi tidak diberi snack/nasi seperti biasanya. Namun pada hari berikutnya ada pesta ulang tahun pimpinan yang sekaligus pemilik/pelaksana kegiatan yang dimeriahkan dengan makan besar berupa “tumpengen dan ingkungan”. Dan ternyata biaya peringatan ulang tahun tersebut dari uang hasil tanda tangan fiktif pegawai sehari sebelumnya.
Penulis sebagai arsiparis tertarik mengabadikan peristiwa yang sungguh-sunguh terjadi ini dari sudut pandang kearsipan. Menurut Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan, yang dimaksud dengan arsip adalah rekaman kegiatan atau peristiwa dalam berbagai bentuk dan media sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang dibuat dan diterima oleh lembaga negara, pemerintahan daerah, lembaga pendidikan, perusahaan, organisasi politik, organisasi kemasyarakatan, dan perseorangan dalam pelaksanaan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara Berdasarkan definisi tersebut maka arsip merupakan bukti administrasi/bukti kerja sekaligus bahan pertanggungjawan yang otentik, sah dan terpercaya. Lalu bagaimana dengan cerita/kasus tanda tangan daftar hadir rapat/sidang di atas? Kenyataannya tidak ada rapat, dan snack/nasi diberikan secara cuma-cuma. Bahkan tidak digunakan untuk rapat melainkan untuk pesta ulang tahunnya pimpinan. Apakah dokumen yang berupa berkas daftar hadir sidang fiktif, yang secara otomatis diikuti dengan undangan fiktif dan notulen rapat fiktif tersebut dapat di sebut arsip?
Apabila mendasarkan pada definisi arsip di atas maka dokumen tersebut adalah arsip karena dibuat oleh lembaga, sesuai dengan ketentuan administrasi kegiatan/keuangan yang berlaku yaitu ketika lembaga melaksanakan rapat maka harus dibuat undangan, daftar hadir, dan notulen rapat sebagai bukti pelaksanaan kegiatan. Dan dokumen tersebut juga disahkan/ditandatangani oleh pejabat yang berwenang sehingga memenuhi 3 unsur persyaratan sebagai arsip yaitu struktur, konteks dan conten.
Adapun terkait isinya yang dusta atau bohong karena kegiatannya fiktif/tidak dikerjakan tetapi karena anggaran dicairkan dan undangan maupun daftar hadir serta notulen dibuat sesuai peraturan maka tidak menjadi persoalan dan tidak mempengaruhi status dokumen tersebut sebagai arsip. Namun demikian yang perlu direnungkan adalah bahwa arsip sebagai sumber informasi yang dibaca dan digunakan oleh banyak orang, ketika isi informasinya tidak benar, dusta, bohong bukan saja menyesatkan bagi pengguna tetapi juga menjadi dosa jariyah bagi pencipta arsip itu sendiri.Semoga bermanfaat.
Leave a Reply