Oleh Rusidi, S.IP, M.M.
Sejak ditetapkan Peraturan Presiden Nomor Nomor 95 Tahun 2018 tentang tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) kearsipan di Indonesia “bergoyang”. Penyelenggaraan kearsipan di Indonesia harus menyesuaikan dengan kebijakan tersebut. Maka pada tahun 2020 Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi mengeluarkan Keputusan Nomor 679 Tahun 2020 tentang Aplikasi Umum Bidang Kearsipan Dinamis (AUBKD). Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi tersebut ditindaklanjuti oleh Kepala Arsip Nasional Republik Indonesia, dengan mengeluarkan Peraturan Kepala ANRI Nomor 4 Tahun 2021 tentang Pedoman Implementasi Aplikasi SRIKANDI. Kemudian terkait implementasi aplikasi Srikandi, Menteri Dalam Negeri mengeluarkan Surat Edaran Nomor 100 Tahun 2022 tentang Klasifikasi dan Penerapan SRIKANDI.
SRIKANDI merupakan Aplikasi Umum Bidang Kearsipan Dinamis. Aplikasi tingkat nasional yang dibuat oleh pemerintah pusat. Pembuatan dan penerapan aplikasi SRIKANDI berkolaborasi dan melibatkan 4 (empat) lembaga yaitu:
- Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi terkait Koordinasi dan Regulasi
- Arsip Nasional Republik Indonesia terkait Penyusunan Proses Bisnis dan Data/Informasi Pengelolaan Arsip Dinamis
- Kementerian Komunikasi dan Informatika terkait Pengembangan Aplikasi dan Penyediaan Infrastruktur Teknologi dan Informasi Komunikasi
- Badan Siber dan Sandi Negara terkait Pengamanan Aplikasi dan Sertifikasi Elektronik
Pemerintah daerah yang selama ini sudah memiliki dan menggunakan aplikasi buatan sendiri-sendiri harus menyesuaikan bahkan harus beralih ke SRIKANDI. Bahkan tahun 2024 seluruh perangkat daerah di indonesia harus sudah menggunakan aplikasi SRIKANDI dalam pelaksanaan pengelolaan arsip dinamis. Pengelolaan arsip dinamis secara manual sudah waktunya ditinggakan dan beralih ke sistem elektronik
Namun demikian sampai saat ini masih banyak unit-unit kerja/perangkat daerah yang memiliki arsip dalam kondisi tidak teratur, tidak tertata dan tidak berdaftar. Dan tidak menutup kemungkinan arsip-arsip tersebut masih digunakan untuk pelaksanaan kegiatan instansi, mengandung nilaiguna kebuktian atau informasional yang harus di selamatkan dan dilestarikan. Hal inilah yang membuat Asosiasi Arsiparis Indonesia Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta prihatin sehingga melaksanakan program/kegiatan dengan tema “Menyelesaikan Masa Lalu Menuju Transformasi Digital”dengan 3 (tiga) agenda yaitu:
Pertama, Rekonstruksi Arsip Tidak Teratur.
Meskipun Undang-Undang Kearsipan Nomor 43 Tahun 2009 sampai sekarang sudah berumur hampir 25 tahun, dan sudah ditindaklanjuti dengan Pedoman Pelaksanaannya berupa Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2012 dengan tujuan terwujudnya tertib arsip, bahkan pengawasan kearsipan juga sudah dilaksanakan namun kenyataanya sampai sekarang masih banyak instansi pemerintah maupun swasta yang memiliki arsip tidak teratur. Meskipun berbagai sanksi administratif dan ancaman pidana juga sudah ditetapkan, namun pengelolaan arsip yang baik dan benar masih jarang ditemukan. Sebaliknya keberadaan gudang yang penuh dengan tumpukan berkas kerja bercampur dengan bahan – bahan non arsip masih mudah ditemui hampir disetiap lembaga.
Arsip tidak teratur adalah arsip yang informasinya sulit ditemukan kembali pada saat diperlukan baik untuk bahan pengambilan keputusan manajemen, bahan bukti, maupun dalam rangka tindakan penyusutan. Arsip tidak teratur adalah arsip yang fisiknya tidak tertata dengan baik, informasinya tidak didaftar sehingga tidak memiliki sarana temu balik, tidak jelas kategori arsipnya apakah arsip aktif, inaktif atau statis, dan tidak jelas siapa penciptanya karena bercampur antara arsip milik unit pengolah yang satu dengan unit pengolah yang lain. Arsip tidak teratur umumnya diletakan di gudang sehingga bercampur dengan barang-barang yang bukan arsip seperti koran, majalah, buku, dan barang-barang bekas perabotan kantor lainnya. Dan tidak menutup kemungkinan, arsip tidak teratur juga berada di setiap unit kerja/unit pengolah, baik tersentral disatu tempat maupun tersebar disarana-sarana yang digunakan untuk menyimpan arsip tersebut.
Berdasarkan Undang-Undang Kearsipan Nomor 43 tahun 2009 pasal 40, setiap pencipta arsip wajib mengelola arsip dinamis yang dimiliki dan wajib menjaga keautentikan, keutuhan, keamanan, dan keselamatan arsip yang dikelolanya. Apabila pencipta tidak mengelola arsip dengan baik akan dikenakan sanksi administratif sebagaimana diatur pada pasal 80 yaitu berupa teguran tertulis, dan apabila selama 6 (enam) bulan tidak melakukan perubahan perbaikan, pejabat, pimpinan instansi dan /atau pelaksana dikenai sanksi administrative berupa penurunan pangkat pada pangkat yang setingkat lebih rendah untuk paling lama 1 (satu) tahun. Apabila selama 6 (enam) bulan berikutnya tidak melakukan perbaikan, pejabat, pimpinan instansi dan/atau pelaksana dikenaai sanksi administratif berupa pembebasan dari jabatan.
Selain ancaman sanksi administratif, pencipta yang tidak mengelola arsipnya dengan baik sehingga tercipta arsip tidak teratur maka dapat saja dikenai ancaman pidana sebagaima diatur pada pasal 83, dan 84 karena dimungkinkan dalam arsip yang tidak teratur terdapat arsip terjaga, dan pasal 86 karena membiarkan arsip tidak terkelola, tetap kacau, tidak terawat sama artinya membiarkan arsip tersebut musnah dengan sendirinya. Isi beberapa pasal tersebut sebagai berikut:
- Pasal 83 “Setiap orang yang dengan sengaja tidak menjaga keutuhan, keamanan dan keselamatan arsip negara yang terjaga untuk kepentingan negara ….. dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp. 25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah)”
- Pasal 84 “Pejabat yang dengan sengaja tidak melaksanakan pemberkasan dan pelaporan ….. dipidana dengana pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta)”
- Pasal 86 “Setiap orang yang dengan sengaja memusnahkan arsip diluar prosedur yang benar ….. dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahuan dan denda paling banyak RP. 500.000.000,00 (limaratus juta rupiah)”
Oleh karena itu tidak ada alasan bagi setiap pencipta untuk membiarkan arsip tertumpuk dan berserakan digudang bercampur dengan barang-barang non arsip, maupun teronggok di unit-unit kerja/unit pengolah, atas almari, dibawah dan kanan kiri meja kerja, dan disudut-sudut ruangan, karena apabila tidak segera diambil tindakan akan mengakibatkan arsip tersebut rusak karena lembab atau kotoran, dimakan rayap dan biota lainnya, bahkan bisa hilang atau disalahgunakan oleh pihak lain yang tidak bertanggungjawab yang bisa mengakibatkan kerugian bagi organisasi sendiri bahkan pemerintah, bangsa dan Negara.
Hasil akhir dari rekonstruksi arsip adalah tertatanya fisik arsip maupun informasi arsip dalam bentuk daftar arsip. Daftar arsip berfungsi sebagai sarana temu balik arsip atau informasi sekaligyus sebagai sarana pengambilan keputusan terhadap arsip yang bersangkutan, akan dilakukan pemeliharaan, alih media atau akan dilakukan pemusnahan maupun penyerahan arsip kelembaga yang berwenang. Sudah waktunya peninggalan masalah lalu segera diselesaikan, digantikan dengan sistem yang terbaru yang disesuaikan dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi sesuai dengan kebijakan pemerintah saat ini.
Kedua, Alih Media Arsip
Sekolah memiliki arsip penting, bahkan vital. Salah satu arsip yang dimiliki oleh setiap sekolah adalah arsip Buku Induk Siswa. Arsip Buku Induk Siswa merupakan arsip vital. Arsip vital yaitu arsip kelas satu. Arsip vital arsip yang sangat penting, diatas arsip penting karena apabila arsip tersebut rusak atau hilang tidak dapat tergantikan dengan arsip lainya. Arsip Buku Induk Siswa satu-satunya arsip yang dapat membuktikan ijazah sesorang asli apa palsu. Sehingga apabila arsip tersebut sampai hilang, atau rusak karena tidak terkelola dengan baik maka akan merugikan bahkan membahayakan bagi pemerintah bangsa dan negara.
Oleh karena itu tindak lanjut dari hasil rekontruksi arsip adalah mengalihmedikan arsip sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi menuju tranformasi digitalisasi.
Ketiga, Arsip Elektronik
Dalam rangka menyesuaikan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, pemerintah mengeluarkan kebijakan dalam bentuk peraturan presiden yaitu Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik. (SPBE).
Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik, dibidang kearsipan pemerintah mengeluarkan Aplikasi Sistem Informasi Kearsipan Dinamis Terintegrasi (SRIKANDI) dan berdasarkan hasil rapat koordinasi, tahun 2024 seluruh perangkat daerah diharapkan sudah menerapkan SRIKANDI sebagai aplikasi pengelolaan arsip dinamis. Dengan demikian, SRIKANDI harga mati tidak bisa ditawar lagi. Sekolah sebagai bagian dari perangkat daerah harus menggunakan SRIKANDI. Dalam penyelenggaraan kearsipan, sekolah harus meninggalkan sistem manual beralih ke elektronik.
Bagaimana dengan Pemerintah Daerah DIY? Pemerintah Daerah DIY yang sejak tahun 2005 sudah menggunakan Aplikasi Sisminkada (Sistem Administrasi Perkantoran Daerah) harus “lego legowo” untuk meninggalkan aplikasi tersebut dan beralih ke SRIKANDI. Maka Gubernur DIY mengeluarkan Keputusan Gubernur Nomor 46/TIM/2023 tentang Pembentukan Tim Percepatan Pelaksanaan Sistem Informasi Kearsipan Dinamis Terintegrasi, di lingkungan Pemerintah Daerah DIY. Tidak berbeda dengan pemerintah pusat yang dalam pembuatan dan penerapan SRIKANDI bekerjasama/berkolaborasi dengan 4 (empat) lembaga, kebijakan percepatan Pelaksanaan Srikandi di lingkungan Pemerintah Daerah DIY juga melibatkan pimpinan instansi-instansi yang terkait yaitu :
- Sekretaris Daerah DIY
- Kepala Dinas Perpustakaan dan Arsip Daerah DIY
- Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika DIY
- Kepala Biro Umum, Humas, dan Protokol Sekretariat Daerah DIY
- Kepala Biro Organisasi Sekretariat Daerah DIY
- Kepala Badan Kepegawaian Daerah DIY
Menindaklanjuti kebijakan pemerintah pusat bahwa tahun 2024 seluruh perangkat daerah di indonesia harus sudah menggunakan aplikasi Srikandi, maka gubernur DIY mengeluarkan Instruksi Gubernur Nomor 5 tahun 2023 tentang Penerapan Aplikasi SRIKANDI di lingkungan Pemerintah Daerah DIY, bahwa Paniradya Pati, Inspektur, Sekretaris DPRD, Kepala Dinas, Kepala Badan, Kepala Biro, Kepala Satuan Polisi Pamong Praja, Kepala UPT, dan Kepala Satuan Pendidikan di lingkungan Pemerintah Daerah Daerah lstimewa Yogyakarta untuk Menerapkan Aplikasi Sistem lnformasi Kearsipan Dinamis Terintegrasi (SRIKANDI), terhitung mulai tanggal 1 Januari 2024.
Sejalan dengan program AAI DIY, dengan dikeluarkannya kebijakan tersebut, maka AAI DIY berkonsultasi dengan DPAD DIY dan berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga untuk menjalankan program bertema “Menyelesaikan Masa Lalu Menuju Transformasi Digital” disekolah. Program ini juga terkait dengan program “Mempersiapkan Sumber Daya Manusia Kearsipan, dan calon arsiparis sejak dini” yang fokus kegiatannya juga di sekolah khususnya siswa SMA/SMK/SLB.
Apakah program AAI DIY “Menyelesaikan Masa Lalu Menuju Transformasi Digital” tersebut bermanfaat dan sesuai harapan? Ya. Karena dari 5 organisasi Himpunan Kepala Bagian Tata Usaha (Himpunan KTU) Sekolah SMA/SMK/SLB di DIY, 4 (empat) diantaranya langsung menyelenggaraan pelatihan di bulan Januari 2024 dan meminta AAI sebagai narasumber. Salah satu Himpunan KTU di salah satu kabupaten sudah melaksanakan pelatihan pada Hari Rabu Tanggal 17 Januari 2024 yang diikuti 68 peserta, dan 1 Himpunan KTU masih dalam proses. Apakah program tersebut berjalan lancar? Tidak. Karena ada pihak-pihak yang tidak sejalan dan menganggap AAI sudah melampaui kewenangan. Apakah program AAI DIY akan tetap terus dijalankan? Waktu yang akan menjawab.
Leave a Reply